Powered By Blogger

Jumat, 02 September 2016

Periodontitis Kronis




Periodontitis kronis, dahulu dikenal sebagai adult periodontitis atau chronic adult periodontitis, adalah bentuk periodontitis yang paling sering ditemukan. Umumnya dipertimbangkan sebagai penyakit dengan perkembangan lambat. Bagaimanapun, dengan kemunculan faktor sistemik atau lingkungan yang dapat mengubah respon host terhadap akumulasi plak, seperti diabetes, merokok, atau stres, perkembangan penyakit dapat menjadi lebih agresif.
Meskipun periodontitis kronis paling sering diamati pada dewasa, dapat terjadi pada anak-anak dan remaja sebagai respon terhadap akumulasi plak dan kalkulus kronis. Pengamatan ini yang mendasari perubahan nama terbaru dari “adult “periodontitis, yang menggambarkan bahwa periodontitis kronis, yang diinduksi plak adalah hanya diamati pada dewasa, untuk menjadi deksripsi yang lebih umum  berupa “chronic” periodontitis, yang terjadi pada tahap usia apapun.
Periodontitis kronis telah dijelaskan sebagai ”penyakit infeksi yang mengakibatkan inflamasi didalam jaringan pendukung gigi, kehilangan perlekatan dan kehilangan tulang yang progresif. “Definisi ini menguraikan karakteristik klinis dan etiologi utama dari penyakit: (1) pembentukan plak mikroba, (2) inflamasi periodontal dan (3) kehilangan perlekatan dan tulang alveolar. Pembentukan poket periodontal biasanya akibat dari proses penyakit tanpa resesi gingiva yang disertai dengan kehilangan perlekatan, yang mana poket dapat masih dangkal, bahkan dengan kehilangan perlekatan dan kehilangan tulang yang berlanjut.
Karakteristik Umum

Temuan karakteristik klinis dalam pasien dengan periodontitis kronis yang tidak dirawat dapat termasuk akumulasi plak supragingival dan subgingival (sering berhubungan dengan pembentukan kalkulus), inflamasi gingiva, pembentukan poket, kehilangan perlekatan periodontal, kehilangan tulang alveolar, dan kadang-kadang supurasi (Gambar 16-1). Pada pasien dengan kebersihan rongga mulut yang buruk, gingiva khususnya dapat mengalami sedikit pembengkakan hingga sedang dan memperlihatkan perubahan warna yang berkisar dari merah pucat hingga magenta (merah keunguan). Kehilangan stippling gingiva dan perubahan topografi permukaan dapat termasuk margin gingiva yang tumpul atau menggulung dan papila yang rata atau berbentuk seperti kawah.

Gambaran klinis periodontitis kronis pada pasien berusia 45 tahun dengan perawatan kebersihan mulut dirumah yang buruk dan tidak ada perawatan gigi sebelumnya. Plak dan kalkulus yang banyak berhubungan dengan margin gingiva yang kemerahan, membengkak, dan edema. Resesi gingiva diakibatkan kehilangan perlekatan dan tulang alveolar. Perdarahan spontan muncul, dan terdapat eksudat cairan krevikular gingiva. Gingival stippling telah hilang.
 

Pada sebagian besar pasien, khususnya yang melakukan tindakan perawatan teratur dirumah, perubahan warna, kontur, dan konsistensi yang berhubungan dengan inflamasi gingiva dapat tidak terlihat pada pemeriksaan, dan inflamasi dapat dideteksi pada poket periodontal dengan probe periodontal (lihat Gambar 16-2, A, dan 16-3, A). Perdarahan gingiva, apakah spontan atau sebagai respon terhadap probing, adalah umum terjadi, dan inflamasi yang berhubungan dengan eksudat dari cairan krevikular dan supurasi dari poket juga dapat ditemukan. Pada beberapa kasus, kemungkinan sebagai hasil jangka panjang, inflamasi derajat-rendah, jaringan marginal fibrotik yang tebal dapat mengaburkan perubahan inflamasi yang mendasari. Kedalaman poket bervariasi, dan kehilangan tulang horisontal dan vertikal dapat ditemukan. Kegoyangan gigi pada kasus lanjut sering muncul pada kasus dengan kehilangan perlekatan dan kehilangan tulang yang luas.
Localized chronic periodontitis pada perempuan berusia 42 tahun. A, Aspek klinis dari gigi anterior memperlihatkan plak dan inflamasi minimal. B, Radiografi memperlihatkan kemunculan dari kehilangan tulang angular, vertikal, terlokalisir pada sisi distal molar pertama kiri maksila. C, Pembukaan dengan pembedahan dari kerusakan vertikal (angular) yang berhubungan dengan akumulasi plak dan inflamasi kronis pada furkasi distobukal.


Generalized chronic periodontitis pada perempuan berusia 38 tahun dengan riwayat merokok 20 tahun sekurang-kurangnya satu bungkus sigaret setiap hari. A, aspek klinis memperlihatkan plak dan inflamasi minimal. Probing menghasikan perdarahan yang dapat diabaikan, yang umum dengan perokok. Pasien mengeluhkan pembentukan ruang antara insisivus kanan maksila, yang berhubungan dengan kehilangan perlekatan dan tulang. B, radiografi memperlihatkan pola kehilangan tulang parah, menyeluruh, dan horisontal. Molar maksila dan mandibula telah hilang melalui penyakit yang berlanjut dan keterlibatan furkasi.


Periodontitis kronis dapat secara klinis didiagnosa dengan deteksi pada perubahan inflamasi kronis dalam marginal gingiva, kemunculan poket periodontal, dan kehilangan perlekatan klinis, didiagnosa secara radiografi dengan bukti kehilangan tulang. Temuan tersebut dapat menjadi sama dengan yang terlihat pada penyakit agresif. Diagnosis banding berdasarkan pada usia pasien, tingkat perkembangan penyakit sepanjang waktu, sifat familial dari penyakit agresif, dan ketiadaan faktor lokal dalam penyakit agresif dibandingkan dengan keberadaan plak dan kalkulus yang menumpuk dalam periodontitis kronis.

Distribusi Penyakit
Periodontitis kronis dipertimbangkan sebagai penyakit site-specific (lokasi spesifik). Tanda klinis dari periodontitis kronis – inflamsi, pembentukan poket, kehilangan perlekatan, dan kehilangan tulang – dipercaya disebabkan oleh efek (site-specific) spesifik dan langsung dari akumulasi plak subgigniva. Sebagai akibat dari efek lokal ini, pembentukan poket dan kehilangan perlekatan dan tulang dapat terjadi pada salah satu permukaan dari gigi sementara permukaan yang lain tetap level perlekatan normal. Sebagai contoh, permukaan proksimal dengan akumulasi plak kronis mungkin memiliki kehilangan perlekatan, dimana permukaan fasial yang bebas plak dari gigi yang sama dapat bebas dari penyakit.
Sebagai tambahan dengan lokasi spesifik, periodontitis kronis dapat dijelaskan sebagai localized, ketika beberapa sisi memperlihatkan kehilangan perlekatan dan tulang, atau generalized, ketika banyak sisi disekitar mulut terlibat, sebagai berikut:
Localized periodontitis: Periodontitis dipetimbangkan sebagai localized ketika kurang daripada 30% dari sisi yang dinilai dalam mulut memperlihatkan kehilangan perlektan dan kehilangan tulang (Gambar 16-2).
Generalized periodontitis: Periodontitis dipertimbangkan generalized ketika 30% atau lebih dari sisi yang dinilai dalam mulut memperlihatkan kehilangan perlekatan dan kehilangan tulang (Gambar 16-3).
Pola kehilangan tulang diamati dalam periodontitis kronis dapat berupa vertikal (angular) ketika kehilangan perlekatan dan tulang pada salah satu permukaan lebih besar daripada permukaan yang berdekatan (lihat Gambar 16-2, C) atau horisontal, ketika kehilangan perlekatan dan tulang berlanjut pada tingkat seragam pada sebagian besar permukaan gigi (Lihat Gambar 16-3,B). Kehilangan tulang vertikal berhubungan dengan pembentukan poket intraboni. Kehilangan tulang vertikal biasanya berhubungan dengan poket supraboni.
 
Keparahan Penyakit
Keparahan kerusakan dalam peridontium yang terjadi sebagai akibat dari periodontitis kronis adalah secara umum dipertimbangkan sebagai fungsi dari waktu. Dengan peningkatan usia, kehilangan perlekatan dan kehilangan tulang menjadi lebih sering dan lebih parah karena akumulasi dari kerusakan. Keparahan penyakit dapat dijelaskan sebagai slight (ringan), moderate (sedang), atau severe (parah) (lihat bab 4). Istilah tersebut dapat digunakan untuk menjelaskan keparahan penyakit dari seluruh mulut atau bagian dari mulut (misalnya kuadran, sekstan) atau status penyakit dari masing-masing gigi, sebagai berikut :

Slight (mild) periodontitis: Kerusakan periodontal secara umum dipertimbangkan ringan ketika kehilangan perlekatan yang terjadi tidak lebih daripada 1 hingga 2 mm.
Moderate periodontitis: Kerusakan periodontal secara umum dipertimbangkan sedang ketika 3 hingga 4 mm kehilangan perlekatan klinis terjadi.
Severe periodontitis: Kerusakan periodontal dipertimbangkan parah ketika 5 mm atau lebih kehilangan perlekatan klinis telah terjadi.


Gejala
Pasien dapat menjadi yang pertama memperhatikan bahwa mereka memiliki periodontitis kronis ketika mereka memperhatikan bahwa gusi mereka berdarah ketika menyikat atau makan; bahwa ruang terjadi antara gigi mereka sebagai akibat pergerakan gigi; atau gigi mereka menjadi longgar. Karena periodontitis kronis biasanya tanpa rasa sakit, bagaimanapun, pasien dapat secara total tidak menyadari bahwa mereka memiliki penyakit sehingga kurang mungkin untuk mencari perawatan dan menerima rekomendasi perawatan. Sebagai tambahan, respon negatif untuk pertanyaan seperti, “apakah kamu dalam rasa sakit? “ tidak mencukupi untuk menghilangkan kecurigaan dari periodontitis. Kadang-kadang, rasa sakit dapat muncul dengan ketiadaan karies yang disebabkan oleh akar yang terbuka yang sensitif terhadap panas, dingin atau keduanya. Area dari rasa sakit tumpul lokal, seringkali menyebar kedalam rahang, telah berhubungan dengan periodontitis. Kemunculan area impaksi makanan dapat menambah ketidaknyaman pasien. Rasa sakit gingiva atau “rasa gatal” juga dapat ditemukan.
Perkembangan Penyakit
Pasien tampak untuk memiliki kerentanan yang sama terhadap periodontitis kronis yang diinduksi plak pada keseluruhan hidup mereka. Tingkat perkembangan penyakit biasanya lambat tetapi dipengaruhi oleh faktor sistemik atau lingkungan dan tingkah laku. Awal mula periodontitis kronis dapat terjadi pada waktu apapun, dan tanda pertama dapat dideteksi selama masa remaja dalam kemunculan dari akumulasi kronis plak dan kalkulus. Karena tingkat perkembangan lambat, bagaimanapun, periodontitis kronis biasanya secara klinis menjadi signifikan dalam pertengahan tiga puluhan atau selanjutnya.
Periodontitis kronis tidak berkembang pada tingkat yang sama dalam semua sisi yang terkena pada seluruh mulut. Beberapa area yang terlibat dapat masih statis untuk periode yang lama, sementara yang lain dapat berkembang lebih cepat. Lesi yang yang berkembang lebih cepat terjadi paling sering dalam area interproksimal, dan juga berhubugan dengan area akumulasi plak yang lebih besar dan ketidakmampuan akses untuk tindakan kontrol plak (misalnyaa, area furkasi, margin restorasi overhanging, sisi dari gigi malposisi, atau area impaksi makanan).
Beberapa model telah disusun untuk menjelaskan tingkat perkembangan penyakit. Pada model tersebut, perkembangan diukur dengan menentukan jumlah kehilangan perlekatan selama periode waktu yang ditentukan, sebagai berikut:
·         Continous model menggambarkan bahwa progresi penyakit lambat dan berlanjut, dengan sisi yang terkena memperlihatkan tingkat perkembangan dari kerusakan secara konstan pada seluruh durasi penyakit.
·         Random atau episodic-bars model, menyusun bahwa perkembangan penyakit periodontal oleh ledakan singkat kerusakan diikuti dengan periode tanpa kerusakan. Pola penyakit ini adalah acak sesuai dengan sisi yang terkena dan kronologi dari proses penyakit.
·         Asynchronous, multiple-burst model dari perkembangan penyakit menggambarkan bahwa kerusakan periodontal terjadi disekitar gigi yang terkena selama periode tertentu dari kehidupan dan bahwa ledakan dari aktivitas tersebut adalah diselingi dengan periode dari ketidakaktifan atau keringanan penyakit. Kronologi dari ledakan penyakit tersebut tidak terjadi secara sama untuk gigi individual atau kelompok gigi.

Prevalensi
Periodontitis kronis meningkat dalam prevalensi dan keparahan seiring dengan usia, umumnya mengenai kedua jenis kelamin secara sama. Periodontitis adalah penyakit age-associated (penyakit yang berhubungan dengan usia), bukan age-related (penyakit yang terikat dengan usia). Dilain kata, bukan merupakan usia dari individu yang menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit, tetapi sebaliknya panjang waktu jaringan periodontal menghadapi akumulasi plak kronis.

FAKTOR RESIKO UNTUK PENYAKIT
Riwayat Penyakit Periodontal Sebelumnya

Meskipun bukan merupakan faktor resiko untuk penyakit tetapi sebaliknya prediktor penyakit, riwayat sebelumnya dari penyakit periodontal menempatkan pasien pada resiko yang lebih besar untuk perkembangan kehilangan perlekatan dan tulang, dengan adanya tantangan akumulasi plak bakteri.
Hal ini berarti bahwa pasien yang memperlihatkan gingivitis atau periodontitis persisten dengan poket, kehilangan perlekatan, dan kehilangan tulang dapat berlanjut untuk kehilangan dukungan periodontal jika tidak secara berhasil dirawat. Sebagai tambahan, pasien dengan periodontitis kronis yang telah berhasil dirawat akan mengembangkan kelanjutan penyakit jika plak dibiarkan untuk berakumulasi. Hal ini menekankan kebutuhan untuk pemantauan, perawatan, dan pemeliharaan berkelanjutan dari pasien dengan gignivitis atau periodontitis persisten untuk mencegah rekurensi penyakit. Faktor resiko yang berperan terhadap kerentanan pasien didiskusikan dalam bagian berikut.

Faktor lokal

Akumulasi plak pada permukaan gigi dan gingiva pada pertautan dentoalveolar dipertimbangkan sebagai agen utama yang mengawali etiologi gingivitis dan periodontitis kronis. Kehilangan perlekatan dan tulang berhubungan dengan peningkatan proporsi dari organisme gram negatif dalam biofilm plak subgingival, dengan peningkatan spesifik organisme yang diketahui patogen dan virulen. Porphyromonas gingivalis (dahulu Bacteroides gingivalis), Tannerella forsythia (dahulu Bacteroides forsythus), dan Treponema denticola, dinyatakan sebagai “red complex”, sering berhubungan dengan kehilangan perlekatan dan tulang yang berlanjut dalam periodontitis kronis (lihat bab 23).
Periodontitis kronis secara umum mengalami perkembangan lambat, dengan beberapa pasien memiliki peningkatan kerentanan terhadap kehilangan perlekatan dan tulang dan pembentukan poket. Beberapa pasien yang memiliki profil genetik yang menonjolkan produksi interleukin -1 (IL-1) dapat memiliki peningkatan resiko kehilangan gigi, dan jika pasien tersebut juga perokok, resiko mereka meningkat. Diabetes adalah faktor lain yang sering mengarah pada kerusakan periodontal parah dan dekstruktif. Juga, kelompok spesifik dalam mikroorganisme yang terlihat dalam biofilm subgignival pada pasien dengan kehilangan tulang yang berlanjut berhubungan dengan periodontitis kronis, termasuk Porphyromonas gingivalis, Tannarella fosythia, dan Treponema denticola.
Identifikasi dan karakterisasi mikroorganisme tersebut dan patogen lain dan asosiasinya dengan kehilangan perlekatan dan tulang telah mengarah terhadap hipotesis plak spesifik untuk perkembangan periodontitis kronis. Hipotesis ini menekankan bahwa meskipun peningkatan umum terjadi dalam proporsi dari mikroorganisme Gram negatif dalam plak subgingiva dalam periodonttiis, kemunculan dari peningkatan proporsi anggota red complex, dan mungkin organisme lain, yang memicu kehilangan perlekatan dan tulang. Mekanisme ini tidak secara jelas digambarkan, tetapi kriteria tersebut dapat memberi efek lokal pada sel dari respon inflamasi dan sel dan jaringan host, menghasilkan proses penyakit lokal, site-specific. Interaksi antara bakteri patogen dan host dan efek potensial pada progresi penyakit didiskusikan secara detail dalam Bagian 4.
Karena akumulasi plak adalah agen pemicu utama dalam inflamasi dan kerusakan periodontal, apapun yang memfasilitasi akumulasi bakteri atau mencegah penghilangan plak dengan prosedur kebersihan mulut dapat membahyakan  pasien. Faktor retensi plak penting dalam perkembangan dan progresi periodontitis kronis karena faktor tersebut menahan mikroorganisme plak dalam kedekatan terhadap jaringan periodontal, menyediakan lingkungan ekologis untuk pertumbuhan dan maturasi plak. Kalkulus dipertimbangkan faktor retensi plak paling penting karena kemampuannya untuk menahan dan menyembunyikan plak bakteri pada permukaannya yang kasar. Sebagai akibatnya, pembuangan kalkulus penting untuk mempertahankan kesehatan periodontium. Faktor lain yang diketahui untuk menahan plak atau mencegah penghilangan adalah margin subgingiva dan overhanging dari restorasi; lesi karies yang meluas ke subgingiva; furkasi yang terbuka oleh kehilangan tulang; gigi berjejal dan letak tidak teratur; dan grooves dan kecekungan akar. Faktor resiko potensial untuk periodontitis didiskusikan lebih lanjut dalam Bab 32, dan dampaknya pada prognosis perawatan periodontal didiskuskan dalam bab 33.

Faktor sistemik

Tingkat perkembangan periodontitis kronis yang diinduksi plak secara umum dipertimbangkan untuk menjadi lambat. Bagaimanapun, ketika periodontitis kronis terjadi pada pasien yang juga memiliki penyakit sistemik yang mempengaruhi keefektifan dari respon host, tingkat kerusakan periodontal dapat secara signifikan meningkat.
Diabetes adalah kondisi sistemik yang dapat meningkatkan keparahan dan perluasan penyakit periodontal yang mengenai pasien. Diabetes tipe 2, atau non-insulin-dependent diabetes melitus (NIDDM), adalah bentuk paling sering dari diabetes dan terhitung untuk 90% dari pasien diabetes.
Sebagai tambahan, diabetes tipe 2 paling mungkin untuk berkembang dalam populasi dewasa pada waktu yang sama seperti periodontitis kronis. Efek sinergis dari akumulasi plak dan modulasi respon host efektif melalui efek diabetes dapat mengarah pada kerusakan peridontal yang parah dan meluas yang dapat sulit untuk ditangani dengan teknik klinis standar tanpa mengontrol kondisi sistemik. Peningkatan diabetes tipe 2 pada remaja dan dewasa mua telah diamati dan dapat berhubngan dengan peningkatan dalam obesitas usia muda (juvenile obesity).
Sebagai tambahan, diabetes tipe 1, atau insulin-dependent diabetes mellitus (IDDM), diamati dalam anak-anak, remaja, dan dewasa muda dan dapat mengarah terhadap peningkatan kerusakan periodontal ketika tidak terkontrol. Kemungkinan bahwa periodontitis kronis, akan meningkat prevalensinya kedepan dan akan memberikan tantangan teraupetik bagi klinisi.

Faktor lingkungan dan tingkah laku

Merokok telah memperlihatkan dapat meningkatkan keparahan dan perluasan penyakit periodontal. Ketika dikombinasikan dengan periodonttiis kronis yang diinduksi plak, peningkatan dalam tingkat kerusakan periodontal dapat diamati pada pasien yang merokok dan mengalami periodontitis kronis. Sebagai akibat, perokok dengan periodontitis kronis memiliki lebih banyak kehilangan perlektan dan tulang, lebih banyak keterlibatan furkasi, dan poket yang lebih dalam (lihat Gambar 16-3). Sebagai tambahan, perokok tampak untuk membentuk lebih banyak kalkulus supragingival dan lebih sedikit kalkulus subgingiva dan memperlihatkan perdarahan yang kurang pada saat probing dibandingkan daripada bukan perokok. Bukti awal untuk menjelaskan efek tersebut menggambarkan perubahan dalam mikroflora sunggiva dari merokok dibandingkan dengan bukan perokok, sebagai tambahan terhadap efek merokok pada respon host. Efek klinis, mikrobiologis, dan imunologi dari merokok juga tampak untuk mempengaruhi respon terhadap terapi dan frekuensi kekambuhan penyakit (lihat bab 26).
Stres emosional telah sebelumnya dihubungkan dengan necrotizing ulcerative disease, kemungkinan karena efek stres pada fungsi imun. Peningkatan bukti menggambarkan bahwa stres emosional juga dapat mempengaruhi perluasan dan keparahan periodontitis kronis, kemungkinan melalui mekanisme yang sama.

Faktor genetik

Periodontitis dipertimbangkan untuk menjadi penyakit multifaktorial yang mana keseimbangan normal antara plak mikroba dan respon host terganggu. Gangguan ini, seperti yang dijelaskan sebelumnya, dapat terjadi melalui perubahan dalam komposisi plak, perubahan respon host, atau pengaruh lingkungan dan tingkah laku pada respon plak dan respon host. Sebagai tambahan, kerusakan periodontal sering terlihat diantara anggota keluarga dan melewati generasi berbeda didalam keluarga, menggambarkan basis genetik untuk kerentanan terhadap penyakit periodontal. Penelitian terbaru telah memperlihatkan agregasi familial dari localized dan generalized aggressive periodontitis. Sebagai tambahan, penelitian dari kembar monozigot menggambarkan komponen genetik terhadap periodontitis kronis, tetapi pengaruh transmisi bakteri diantara anggota keluarga dan efek lingkungan dapat sulit untuk menginterpretasikan interkasi kompleks (lihat Bab 24 dan 27).
Meskipun tidak ada penentu genetik yang jelas telah dijelaskan untuk pasien dengan periodontitis kronis, predisposisi genetik untuk kerusakan periodontal yang lebih agresif dalam respon terhadap plak dan akumulasi kalkulus dapat muncul. Penelitian mengindikasikan bahwa variasi genetik atau polimorfisme dalam pengkodean gen IL-1a dan IL-1B berhubungan dengan peningkatan kerentanan terhadap bentuk yang lebih agresif dari periodontitis kronis dalam subjek Eropa utara, meskipun beberapa penelitian terbaru telah membantah asosiasi ini. Sebagai tambahan, perokok memperlihakan composite IL-1 genotype pada resiko lebih besar untuk penyakit parah. Salah satu penelitian menggambarkan bahwa pasien dengan IL-1 genotype meningkatkan resiko untuk kehilangan gigi 2,7 kali, yang merokok berat dan IL-1 genotype negative meningkatkan resiko untuk kehilangan gigi 2,9 kali. Kombinasi efek dari IL-1 genotype dan merokok meningkatkan resiko kehilangan gigi 7,7 kali. Dengan peningkatan karakterissasi dari genetic polymorphism yang dapat muncul dalam gen target lain, genotip kompleks dapat diidentifikasi untuk banyak bentuk klinis yang berbeda dari periodontitis. Bagaimanapun, dengan sifat multifaktorial dari penyakit periodontal, pengaruh yang merancukan dari beberapa faktor lokal, sistemik, dan kondisi lingkungan dan atau ketidakmampuan kita untuk secara jelas menegaskan tipe berbeda dari periodontitis, tidak mungkin predisposisi genetik yang jelas terhadap penyakit periodontal akan ditemukan. 

Sumber : Carranza's Clinical Periodontology Chapter 16 Periodontitis Kronis






1 komentar:

  1. Numpang promo ya Admin^^
    ayo segera bergabung dengan kami di ionqq^^com
    dengan minimal deposit hanya 20.000 rupiah :)
    Kami Juga Menerima Deposit Via Pulsa & E-Money
    - Telkomsel
    - GOPAY
    - Link AJA
    - OVO
    - DANA
    segera DAFTAR di WWW.IONPK.ME (k)
    add Whatshapp : +85515373217 x-)

    BalasHapus