Aggressive periodontitis
secara umum mengenai individu yang sehat secara sistemik yang berusia kurang
daripada 30 tahun, meskipun pasien dapat lebih tua. Aggressive periodontitis dapat secara universal dibedakan dari
periodontitis kronis dengan usia dari awal mula, tingkat pogresi penyakit yang
cepat, sifat dan komposisi mikroflora yang berhubungan, perubahan respon imun
host, dan agregasi familial dari individu yang mengalami penyakit. Sebagai
tambahan, pengaruh ras yang kuat diamati pada populasi United States (US); penyakit lebih sering terjadi diantara Afrika
Amerika.
Aggressive periodontitis
menjelaskan tiga penyakit yang dahulu diklasifikasikan sebagai “early-onset periodontitis.“ Penyakit
tersebut adalah localized aggressive
periodontitis (LAP), yang dahulu dinamakan localized juvenile periodontitis (LJP), dan generalized aggressive periodontitis (GAP) meliputi penyakit yang sebelumnya
diklasifikasikan sebagai generalized juvenile
periodontitis (GJP) dan rapidly
progressive periodontitis (RPP).
LOCALIZED
AGGRESSIVE PERIODONTITIS
Latar
Belakang Riwayat
Pada tahun 1923,
Gotlieb melaporkan pasien dengan kasus fatal dari epidemi influensa dan
penyakit yang Gotlieb namakan “atrofi difus pada tulang alveolar.” Penyakit ini
ditandai dengan kehilangan serabut kolagen pada ligamentum periodontal dan digantikan
dengan jaringan konektif yang longgar dan resorpsi tulang ekstensif, mengakibatkan
ruang periodontal melebar. Gingiva tampak tidak terlibat. Pada tahun 1928,
Gotlieb mengaitkan kondisi ini terhadap hambatan pembentukan sementum yang
berlanjut, yang dia pertimbangkan penting untuk mempertahankan serabut
periodontal. Dia kemudian menamakan penyakit “deep cementophatia” dan menghipotesiskan bahwa ini merupakan “penyakit
erupsi” dan bahwa sementum mengawali respon benda asing tubuh. Sebagai
akibatnya, dipostulasikan bahwa host berusaha untuk melepaskan gigi,
mengakibatkan dalam resorpsi tulang dan pembentukan poket yang diamati.
Pada tahun 1938,
Wannenmacher menjelaskan keterlibatan insisivus-molar pertama dan menamakan
penyakit “parontitis marginalis
progressiva.” Beberapa penjelasan dikembangkan untuk etiologi dan patogenesis
penyakit tipe ini. Banyak penulis mempertimbangkan ini untuk menjadi proses
degeneratif, non inflamasi dan lebih lanjut memberikan nama “periodontitis”.
Pemeriksa lain menolak keberadaan tipe degeneratif dari penyakit periodontal
dan mengaitkan perubahan yang diamati terhadap trauma dari oklusi. Akhirnya, pada
tahun 1966, World Workshop in Periodontics menyimpulkan bahwa konsep
“periodontitis” sebagai kesatuan degeneratif adalah berdasar dan bahwa istilah
harus dihilangkan dari nomenklatur periodontal. Komite mengakui bahwa kesatan
klinis berbeda dari “adult periodontitis”
mungkin dapat terjadi diantara remaja dan dewasa muda.
Isitilah “juvenile periodontitis” diperkenalkan
oleh Chaput dan rekan pada tahun 1967 dan oleh Butler pada tahun 1969, Baer
menjelaskan itu adalah penyakit periodontium yang terjadi dalam remaja sehat
yang ditandai dengan kehilangan tulang alveolar yang cepat tetapi lebih daripada
satu gigi pada gigi permanen. Jumlah kerusakan dimanifestasi adalah tidak sepadan
dengan jumlah iritan lokal. Pada tahun 1989 Wolrd Workshop in Clinical periodontics
mengkategorikan penyakit ini sebagai LJP, bagian dari klasifikasi yang luas
pada early-onset periodontitis (EOP).
Dibawah sistem klasifikasi ini, usia dari awal dan distribusi lesi adalah
kepentingan utama ketika membuat diagnosis LJP. Yang lebih terbaru, penyakit
dengan karakteristik LJP telah dinamakan kembali sebagai localized aggressive periodontitis (LAP).
Karakteristik
Klinis
LAP biasanya
memiliki usia kemunculan pada sekitar pubertas. Secara klinis, ditandai sebagai
“ terlokalisir pada molar pertama/insisivus dengan kehilangan perlekatan
interproksimal pada sekurang-kurangnya dua gigi permanen, salah satu yang
adalah molar pertama, dan melibatkan tidak lebih daripada dua gigi daripada
molar pertama dan insisivus (Gambar 18-1). Distribusi lesi lokal dalam LAP
adalah khas tetapi sampai sekarang tidak dapat dijelaskan. Berikut kemungkinan
alasan untuk keterbatasan kerusakan periodontal yang telah digambarkan:
1.
Setelah kolonisasi
pertama dari gigi permanen pertama untuk erupsi (molar pertama dan insisivus), Aggregatibacter (dahulu Actinobacillus) actinomycetemcomitans menyerang pertahanan host dengan mekanisme
berbeda, termasuk produksi PMN
chemotaxis-inhibiting factor, endotoksin, kolagenase, leukotoxin, dan
faktor lain yang membiarkan bakteri untuk berkolonisasi membentuk poket dan
mengawali kerusakan pada jaringan periodontal. Setelah serangan awal ini,
pertahanan imun yang memadai distimulasi untuk menghasilkan antibodi opsonic
untuk meningkatkan pembersihan dan fagositosis bakteri yang menginvasi dan
menetralkan aktivitias leukotoxic. Pada pola ini, kolonisasi dari sisi lain
dapat dicegah. Respon antibodi yang kuat terhadap agen yang menginfeksi adalah
salah satu karakteristik LAP.
2. Bakteri
antagonistik terhadap A.
Actinomycetemcomitans dapat berkolonisasi pada jaringan periodontal dan
menghambat A.actinomycetemcomitans
dari kolonisasi lebih lanjut pada sisi periodontal dalam mulut. Hal ini dapat melokalisir
infeksi A. Actinomycetemcomitans dan
kerusakan jaringan.
3. A.actinomycetemcomitans
dapat kehilangan kemampuan menghasilkan leukotoxin untuk alasan yang tidak
diketahui. Jika hal ini terjadi, progresi dari penyakit dapat menjadi tertunda
atau terganggu, dan kolonisasi dari sisi periodontal baru dapat dihindari.
4.
Kerusakan dalam
pembentukan sementum dapat bertanggung jawab untuk lokalisasi lesi. Permukaan
akar gigi yang diekstraksi dari pasien dengan LAP telah ditemukan untuk
memiliki hypoplastic atau aplastic cementum. Hal ini benar tidak hanya pada
permukaan akar yang terpapar terhadap poket periodontal tetapi juga akar yang tetap
dikelilingi oleh jaringan periodontiumnya.
Gambaran menonjol
LAP adalah kurangnya inflamasi klinis meskipun kemunculan dari poket
periodontal yang dalam dan kehilangan tulang lanjut (lihat Gambar 18-1). Lebih
lanjut, pada banyak kasus jumlah plah pada gigi yang terkena minimal, yang
terlihat tidak konsisten dengan jumlah kerusakan periodontal yang muncul. Plak
sekarang membentuk biofilm tipis pada gigi dan jarang termineralisasi membentuk
kalkulus. Meskipun kuantitas plak dapat terbatas, plak tersebut sering
mengandung level A. Actinomycetemcomitans
yang meningkat, dan dalam beberapa pasien, Porphyromonas gingivalis. Signifikansi potensial dari komposisi
kualitatif flora mikroba dalam LAP didiskusikan selanjutnya dalam bagian faktor
resiko.
Seperti yang
digambarkan nama, LAP berkembang dengan cepat. Bukti menggambarkan bahwa
tingkat kehilangan tulang adalah sekitar tiga hingga empat kali lebih cepat
daripada dalam periodontitis kronis. Gambaran klinis lain dari LAP termasuk (1)
migrasi distolabial insisivus maksila dengan pembentukan diastema secara
bersamaan, (2) peningkatan kegoyangan insisivus dan molar pertama maksila dan
mandibula, (3) sensitivitas dari permukaan akar yang terbuka terhadap termal
dan stimuli taktil, dan (4), rasa sakit tumpul, dalam, menyebar selama
mastikasi, kemungkinan disebabkan oleh iritasi struktur pendukung oleh gigi
yang goyang dan impaksi makanan. Abses periodontal dapat terbentuk pada tahap
ini, dan pembesaran nodus limfa regional dapat terjadi.
Tidak semua
kasus LAP berkembang pada derajat yang baru saja dijelaskan. Pada beberapa
pasien perkembangan kehilangan perlekatan dan kehilangan tulang dapat berhenti
dengan sendirinya.
Temuan
radiografi
Kehilangan
tulang alveolar vertikal disekitar molar pertama dan insisivus, mulai disekitar
usia pubertas dalam remaja yang sehat, adalah tanda diagnostik klasik LAP.
Temuan radiografi dapat termasuk “kehilangan tulang alveolar mengikuti bentuk
rahang yang meluas dari permukaan distal dari premolar kedua terhadap permukaan
mesial dari molar kedua” (lihat gambar 18-1,B). Kerusakan tulang biasanya lebih
lebar daripada yang biasanya terlihat dengan periodontitis kronis (liihat
Gambar 18-1, C).
Prevalensi
dan distribusi berdasarkan usia dan jenis kelamin
Prevalensi LAP
secara geografis berbeda dalam populasi remaja diestimasi kurang daripada 1%.
Sebagian besar laporan menggambarkan prevalensi yang rendah, sekitar 0,2%. Dua
penelitian radiografis independen dari remaja 16-tahun,satu di Finlandia dan
satu lagi di Switzerland, mengikuti kriteria diagnostik terbatas digambarkan
oleh Baer dan melaporkan tingkat prevalensi 0,1%. Penelitian klinis dan
radiografis dari 7266 remaja Inggris berusia 15 hingga 19 tahun juga memperlihatkan
tingkat prevalensi 0,1%. Di US, survei nasional dari remaja yang berusia 14
hingga 17 dilaporkan bahwa 0,53% memiliki LAP. Kulit hitam berada pada resiko
lebih tinggi untuk LAP, dan remaja laki-laki kulit hitam adalah 2,9 kali lebih
mungkin untuk memiliki penyakit daripada remaja perempuan kulit hitam.
Sebaliknya, remaja perempuan kulit putih lebih mungkin untuk memiliki LAP
daripada remaja laki-laki kulit putih. Beberapa penelitian telah menemukan
prevalensi tertinggi LAP diantara laki-laki kulit hitam, diikuti oleh perempuan
kulit hitam, perempuan kulit putih dan ;laki-laki kulit putih.
LAP mengenai
laki-laki dan perempuan dan terlihat paling sering dalam periode antara
pubertas 20 tahun usia. Beebrapa penelitian telah menggambarkan predileksi
untuk pasien perempuan, terutama dalam kelompok usia termuda, sementara laporan
lain tidak ada perbedaan laki-laki perempuan dalam insidensi ketika penelitian
didesain untuk memperbaiki bias (untuk data epidemiologi tambahan mengenai LAP,
lihat Bab 5).
GENERALIZED
AGGRESSIVE PERIODONTITIS
Karakteristik
klinis
GAP biasanya
mengenai individu dibawah usia 30 tahun, tetapi pasien lebih tua biasanya dapat
terkena. Sebaliknya terhadap LAP, bukti menggambarkan bahwa individu terkena
dengan GAP menghasilkan respon antibodi yang buruk terhadap patogen yang
muncul. Secara klinis, GAP ditandai dengan “kehilangan perlekatan
interproksimal general yang mengenai sekurang-kurangnya tiga gigi permanen
selain daripada molar pertama dan insisius. Kerusakan tampak muncul secara
episodik, dengan periode kerusakan lanjut diikuti dengan tahap diam dari
panjang variabel (minggu hingga bulan atau tahun). Radiografi sering
mempelihatkan kehilangan tulang yang berkembang sejak pemeriksaan radiografi.”
Seperti yang
terlihat dalam LAP, pasien dengan GAP sering memiliki jumlah bakteri plak yang
kecil berhubungan dengan gigi yang terkena. Secara kuantitatif, jumlah dari
plak terlihat tidak konsisten dengan jumlah kerusakan periodontal. Secara kualitatif,
P. Gingivalis, A.actinomycetemcomitas,
dan Tannarella forsythia (dahulu Bacteroides forsythus) sering dideteksi
dalam plak yang muncul.
Dua respon
jaringan gingiva dapat ditemukan dalam kasus GAP. Pada kasus parah, jaringan
terinflamasi akut, sering mengalami proliferasi, berulserasi, dan merah menyala.
Perdarahan dapat terjadi secara spontan atau dengan sedikit stimulasi. Supurasi
dapat menjadi gambaran penting. Respon jaringan ini dipercaya untuk terjadi
dalam tahap destruktif, yang mana perlekatan dan tulang secara aktif hilang.
Pada lain kasus
jaringan gingival dapat merah muda, bebas dari inflamasi, dan kadang-kadang
dengan beberapa derajat stippling,
meskipun stippling dapat tidak ada
(Gambar 18-2, A). Bagaimanapun, meskipun tampaknya penampilan klinis ringan,
poket dalam dapat diperlihatkan dengan probing. Page dan Schroeded percaya
bahwa respon jaringan ini bertepatan dengan periode diam yang mana level tulang
masih tidak berubah.
Beberapa pasien
dengan GAP memiliki manifestasi sistemik, seperti kehilangan berat, depresi
mental, dan general malaise. Pasien dengan dugaan diagnosis GAP harus
memperbaharui dan meninjau riawayat medis mereka. Pasien tersebut harus
menerima evaluasi medis untuk mengeluarkan kemungkinan keterlibatan sistemik.
Seperti yang terlihat dengan LAP, kasus GAP dapat berhenti secaa spontan atau
setelah terapi, sementara yang lain dapat berlanjut untuk berkembang terhadap
kehilangan gigi meskipun intervensi dengan perawatan konvensional.
Temuan
radiografis
Gambaran
radiografis GAP dapat berkisar dari kehilangan tulang parah yang berhubungan
dengan jumlah minimal gigi, seperti yang dijelaskan sebelumnya, hingga
kehilangan tulang parah yang mengenai mayoritas gigi dalam gigi geligi (lihat
Gambaran 18-2,B). Perbandingan radiografi yang diambil pada waktu berbeda
mengilustrasikan sifat agresif dari penyakit ini. Page et al menjelaskan sisi
pada pasien dengan GAP yang memperlihatkan kerusakan tulang dari 25% hingga 60%
selama periode 9 minggu. Meskipun ini kehilangan ekstrim, sisi lain dalam
beberapa pasien memperlihatkan tidak ada kehilangan tulang.
Prevalensi
dan distribusi berdasarkan usia dan jenis kelamin
Pada penelitian
penyakit periodontal yang tidak dirawat yang dilakukan di Sri Langka oleh Loe
et al, 8% dari populasi mengalami progresi cepat penyakit periodontalmditandai
dengan kehilangan perlekatan setiap tahun dari 0,1 mm hingga 1,0 mm. Survei
nasional US pada remaja berusia 14 hingga 17 tahun dilaporkan bahwa 0,13%
memiliki GAP. Sebagai tambahan, kulit hitam berada pada resiko yang lebih
tinggi daripada kulit putih untuk semua bentuk agressive periodontitis, dan remaja laki-laki lebih mungkin untuk
memiliki GAP daripada remaja perempuan (lihat bab 5).
FAKTOR RESIKO UNTUK
AGGRESSIVE PERIODONTITIS
Faktor
mikrobiologi
Meskipun
beberapa mikroorganisme spesifik sering dideteksi dalam pasien dengan LAP (A.actinomycetemcomitans, Capnocytophaga spp,
Eikenella corrdens, prevotella intermedia, dan Campylobacter rectus), A.actinomycetemcomitans
telah terlibat sebagai patogen utama yang berhubungan dengan LAP. Seperti yang
diringkaskan oleh Tonetti dan Mombelli, hubungan ini berdasarkan pada bukti
berikut:
1.
A.
Actinomycetemcomitans ditemukan dalam
frekuensi tinggi (kurang lebih 90%) dalam lesi yang ditandai dari LAP.
2. Sisi
bukti dari progresi penyakit sering memperlihatkan level A.actinomycetemcomitans.
3. Banyak
pasien dengan manifestasi klinis LAP memiliki secara signifikan peningkatan
serum antibody terhadap A.
Actinomycetemcomitans.
4. Penelitian
klinis memperlihatkan korelasi antara pengurangan dalam jumlah A.actinomycetemcomitans subgingival
selama perawatan dan keberhasilan respon klinis.
5.
A.
Actinomycetemcomitans menghasikan sejumlah
faktor virulensi yang dapat berperan terhadap proses penyakit.
Tidak semua laporan
mendukung asosiasi A.actinomycetemcomitans
dan LAP. Pada beberapa penelitian, A.
Actinomycetemcomitans dapat tidak dideteksi pada pasien dengan bentuk
penyakit ini atau tidak dapat dideteksi pada frekuensi yang dilaporkan
sebelumnya. Uji lain menemukan peningkatan level P. Gingivalis, Prevotella
intermedia, Fusobacterium nucleatum, C.rectus dan Treponema denticola pada pasien dengan localized atau generalized
aggressive disease, tetapi tidak secara signifikan berhubungan yang
ditemukan antara kemunculan penyakit aggressive dan A. Actinomycetemcomitans.
Sebagai
tambahan, A. Actinomycetemcomitans sering
dapat dideteksi dalam subjek yang secara periodontal sehat, menggambarkan bahwa
mikroorganisme ini dapat menjadi bagian dari flora normal pada banyak individu.
Uji mikroskop
elektron pada LAP telah menyatakan invasi bakteri dari jaringan konektif yang
mencapai permukaan tulang. Invasi flora telah dijelaskan sebagai secara
morfologi campuran tetapi tersusun terutama bakteri gram negatif, termasuk cocci, rods, filament, dan spirochetes. Menggunakan metode yang
berbeda, termasuk imunositohistokimia, beberapa mikroorganisme yang menginvasi
jaringan telah diidentifikasi sebagai A.actinomycetemcomitans,
Capnocytophaga sputigena, spesies Mycoplasma,
dan spirochetes.
Faktor
imunologi
Beberapa
kerusakan imun telah berimplikasi dalam patogenesis aggressive periodontitis. Human
leukocyte antigens (HLAa) yang mengatur respon imun, telah dievaluasi
sebagai kandidat penanda untuk aggressive
periodontitis. Meskipun temuan dengan banyak HLAs tidak konsisten, HLA A9
dan antigen B15 adalah secara konsisiten berhubungan dengan aggressive periodontitis.
Beberapa
pemeriksa telah memperlhatkan bahwa pasien dengan aggressive periodontitis menampakkan kerusakan fungsional dari polymorphonuclear (PMN), monosit atau
keduanya. Kerusakan tersebut dapat menggangu atraksi kemotaksis pMN terhadap
sisi infeksi atau kemampuan mereka untuk fagositosis atau membunuh organisme.
Penelitian terbaru telah memperlihatkan respon berlebihan monosit dari pasien
LAP yang melibatkan produksi prostaglandin E2 (PGE2) dalam respon terhadap
lipopolisakarida (LPS). Hiperresponsif fenotip ini dapat mengarah terhadap
peningkatan jaringan konektif atau kehilangan tulang yang disebabkan produksi
berlebihan dari faktor katabolik tersebut. Juga, bentuk kurang fungsional yang diturunkan dari monosit FcyRII, reseptor
untuk human immunoglobulin G2 (IgG2) antibodi, telah memperlihatkan untuk
menjadi tidak sebanding muncul dalam pasien dengan LAP. Kerusakan PMN dan
monosit tersebut dapat diinduksi oleh infeksi bakteri atau dapat genetik.
Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk menggolongkan asal perubahan seluler
tersebut.
Autoimunitas
memiliki peranan dalam GAP, berdasarkan terhadap Anusaksahien dan Dolby, yang
menemukan antibodi host terhadap kolagen, deoxyribonucleaic
acid (DNA), dan IgG. Mekanisme autoimun yang mungkin termasuk peningkatan
ekspresi dari kompleks histokompatibilitas utama /major histocompatibility complex (MHC) class II molecul, HLA DR4,
perubahan fungsi atau penekanan sel T- helper
atau, aktivasi polyclonal sel B oleh plak mikroba, dan predisposisi genetik.
Faktor
genetik
Hasil beberapa
penelitian mendukung konsep bahwa semua individu tidak secara sama rentan
terhadap aggressive periodontitis.
Khususnya, beberapa penulis telah menjelaskan pola familial dari kehilangan
tulang alveolar dan memiliki faktor implikasi genentik dalam aggresive periodontitis. Pemisahan dan
analisis hubungan dari keluarga dengan predisposisi genetik untuk LAP menggambarkan
bahwa gen mayor atau susunan dari gen memainkan peranan dalam LAP dan
ditransimisikan melalui bentuk autosomal dominan yang diturunkan dalam populasi
US. Harus dicatat bahwa sebagian besar uji segregasi (pemisahan) dilakukan
dalam populasi Afrika-Amerika, lebih lanjut merupakan bentuk lain keturunan
dapat muncul dalam populasi berbeda.
Bukti
menggambarkan bahwa beberapa kerusakan imunologi berhubungan dengan aggressive periodontitis dapat
diturunkan. Sebagai contoh, Van Dyke et al melaporkan pengelompokan familial
dari abnormalitas neutrofil yang terlihat dalam LAP. Pengelompokan ini
menggambarkan bahwa kerusakan dapat diturunkan. Penelitian juga telah
memperlihatkan bahwa respon antibodi terhadap patogen periodontal, terutama A. Actinomycetemcomitans, dibawah
kontrol genetik dan kemampuan jumlah yang tinggi dari spesifik protektif
antibody (terutama IgG2) terhadap A.actinomycetemcomitans
dapat bergantung ras.
Sebagai
simpulan, data yang mendukung konsep bahwa gen atau gen-gen dari efek mayor
muncul untuk aggressive periodontitis.
Data juga mendukung basis genetik untuk beberapa kerusakan imunologi yang
terlihat pada pasien dengan aggressive
periodontitis. Bagaimanapun, tidak mungkin bahwa semua pasien yang terkena
dengan aggressive periodontitis
memiliki kerusakan genetik yang sama. Seperti yang diringkaskan oleh Tonetti
dan Mombelli, terlihat bahwa gen spesifik dapat berbeda dalam berbagai populasi
dan atau kelompok etnis dan lebih lanjut heterogenitas sebenarnya dalam
kerentanan penyakit dapat muncul. Peranan dari gen spesifik masih untuk dijelaskan
(lihat bab 24).
Jumlah dan
durasi merokok adalah variabel penting yang dapat mempengaruhi perluasan
kerusakan yang terlihat pada dewasa muda. Pasien dengan GAP yang merokok
memiliki lebih banyak gigi yang terkena dan kehilangan lebih banyak perlekatan
klnis daripada pasien yang tidak merokok dengan GAP. Bagaimanapun, merokok
tidak memiliki dampak yang sama pada level perlekatan dalam pasien muda dengan
LAP.
Sumber : Carranza's Clinical Periodontology Chapter 18 Agressive Periodontitis
Numpang promo ya Admin^^ (f)
BalasHapusingin mendapatkan uang banyak dengan cara cepat
ayo segera bergabung dengan kami di ionpk.biz ^_$
add Whatshapp : +85515373217 || ditunggu ya^^ x-)